RANGKUMAN MODUL 1 KEGIATAN BELAJAR 2 PERSPEKTIF PENDIDIKAN SD (RANGKUMAN 2) OLEH WARDANI DKK Landasan Historis, Ideologis, dan Yuridis Pendidikan Sekolah Dasar

MODUL 1 KEGIATAN BELAJAR 2 PERSPEKTIF PENDIDIKAN SD (RANGKUMAN 2) OLEH WARDANI DKK Landasan Historis, Ideologis, dan Yuridis Pendidikan Sekolah Dasar

A. LANDASAN HISTORIS, DAN IDEOLOGIS PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR (SD)

Landasan historis dan ideologis adalah dasar pemikiran yang diangkat dari fakta sejarah yang relevan tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Sekolah Dasar beserta ide-ide atau pertimbangan yang melatarbelakanginya. sejak pada masa Hindia Belanda sampai saat ini. Tentu saja dalam modul ini tidak akan dibahas sejarah pendidikan SD secara rinci, melainkan hanya kita ambil tonggak-tonggak sejarahnya yang memberi makna pada kita. Pembahasan rinci tentang hal itu, dapat Anda jumpai dalam buku-buku tentang Sejarah Pendidikan di Indonesia.

Secara historis atau kesejarahan, pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan pada masa Hindia Belanda yang memang dibangun lebih banyak untuk kepentingan penjajahan Belanda di Indonesia. Pada dasarnya sistem pendidikan pada masa itu ditekankan pada upaya memperoleh tenaga terampil yang mengerti nilai budaya penjajah sehingga menguntungkan mereka dalam mempertahankan dan melangsung kan penjajahannya. Dalam konteks itu orang Indonesia, yang disebut juga bumi putra, diperlakukan sebagai hamba atau onderdaan. Sejalan dengan perkembangan masyarakat dan pergaulan dunia sistem pendidikan Hindia Belanda pun pada jamannya itu terus mengalami perubahan yang dinamis. 

Sistem pendidikan Indonesia dalam perspektif sejarah perjuangan bangsa berkembang secara dinamis pada lingkungan masyarakat yang juga berkembang dalam dimensi ideologi, politik, ekonomi, maupun sosial budaya. Dalam perkembangannya dari waktu ke waktu, pendidikan di bumi nusantara secara konsisten dianggap berfungsi sebagai wahana transformasi, transmisi, dan sosialisasi nilai-nilai, tradisi, ilmu pengetahuan, serta teknologi dan seni dari masyarakatnya, yang berlangsung baik melalui jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.


Merujuk pada paparan Djojonegoro (1996: 12-28), perkembangan pendidikan sekolah dara pada jaman penjajahan Belanda secara singkat dapat dikemukakan sebagai berikut.


1. Sekolah Dasar pertama kali didirikan pada zaman VOC (Vereenigde Oost Indishe Compagnie) pada tahun 1617 yang menjelma menjadi Sekolah Batavia (Bataviasche School) untuk tujuan pendidikan budi pekerti.


2. Pada akhir abad ke 18 dan awal abad ke 19 Pemerintah Hindia Belanda mulai menangani pendidikan untuk Bumi Putra dengan tujuan untuk memperoleh tenaga terampil untuk kepentingan penjajahan dengan model dualistik. Untuk golongan penduduk Eropa dan Bumi Putra didirikan dua sekolah yang berbeda.

3. Pada abad ke 20, sejalan dengan terjadinya perubahan yang terjadi di seluruh dunia dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya mendesak pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan perubahan dalam melaksanakan sistem pendidikannya, dengan landasan Politik Etis (Etische Politiek). Pendidikan Sekolah Dasar tetap bersifat dualistik. Ada dua jenis Sekolah Dasar yakni: (1) Sekolah Dasar berbahasa Belanda untuk anak keturunan Eropa dan timur asing, serta pribumi terkemuka/kaya yang disebut dengan Sekolah rendah Eropa (Europesche Lager School atau ELS); dan (2) Sekolah Dasar berbahasa daerah untuk keturunan pribumi pada umumnya yang disebut Sekolah Rendah Bumi Putera (Inlandsche School) dan Sekolah Bumi Putera Belanda (Hollandsch Inlandsche School atau HIS) untuk 

Pada masa perjuangan kemerdekaan, yakni antara tahun 1908 Kebangkitan Nasional dan masa Pendudukan Jepang sampai Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 berkembang berbagai gerakan pendidikan yang dilakukan oleh berbagai elemen masyarakat yang sudah tercerahkan sebagai komponen bangsa sang sadar akan pentingnya pembangunan bangsa. Gerakan pendidikan yang di dalamnya tercakup pendidikan setingkat Sekolah Dasar dilakukan oleh Perguruan Taman Siswa dengan Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh utamanya; Perguruan Muhammadiyah dengan Kyai Haji Achmad Dahlan sebagai tokoh sentranya, dan Pendidikan Maarif dengan Kyai Haji Masmansur sebagai salah seorang tokohnya. Sekolah Dasar dalam konteks Perguruan Taman Siswa disebut Taman Muda dengan masa belajar empat tahun. Dalam konteks Perguruan Muhammadiyah Sekolah Dasar disebut Folksschool dengan masa belajar tiga tahun, Sultaanatschool, juga tiga tahun yang dikelola oleh Kesultanan. Vervolgsschool dengan masa belajar dua tahun serta HIS Muhammadiyah. dengan masa belajar empat tahun. Dalam konteks pendidikan Maarif pendidikan setingkat Sekolah Dasar disebut Madrasah, yang sampai saat ini kita kenal adanya Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan masa belajar bervariasi dan belum memasukan pendidikan umum tetapi dominan pendidikan agama. Berbagai organisasi Islam lainnya di seluruh Indonesia melakukan kiprah pendidikan serupa dengan ketiga organisasi kemasyarakatan tersebut.


Dari fakta sejarah pendidikan Sekolah Dasar pada zaman Hindia Belanda, kita dapat menangkap makna bahwa segregasi sosial dan diskriminasi secara sengaja dilakukan terhadap anak penduduk Bumi Putera dalam memperoleh kesempatan belajar di Sekolah Dasar, tergantung pada latar belakang sosial, ekonomi dan budaya. Ideologi ini ternyata masih kita jumpai dalam instrumentasi dan praksis sistem pendidikan nasional setelah Indonesia merdeka. 


B. LANDASAN HISTORIS-IDEOLOGIS DAN YURIDIS PENDIDIKAN SD

Landasan historis-ideologis dan yuridis pendidikan Sekolah Dasar akan dibahas dari sudut pandang pemikiran tentang sistem pendidikan nasional sejak Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 sampai dengan sekarang. Dengan demikian kita akan memahami secara utuh perkembangan Sekolah Dasar di zaman kemerdekaan, zaman kita hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu kita akan membahas hal itu sekaligus dari sisi sejarahnya sejak tahun 1945, ideologi pendidikan yang dikembangkan, serta berbagai ketentuan perundang-undangan tentang semua itu sebagai landasan yuridis formal pendidikan nasional. Landasan ideologis dan yuridis pendidikan pada dasarnya merupakan komitmen politik Negara Republik Indonesia yang diwujudkan dalam berbagai ketentuan normatif konstitusional yang mencerminkan bagaimana sistem pendidikan nasional dibangun dan diselenggarakan untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional.

Dalam kurun waktu tahun 1945 sampai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), telah berlaku tiga Undang-Undang yang mengatur Sistem Pendidikan Nasional, yakni UU RI Nomor 4 Tahun 1950, UU RI No. 22 Tahun 1961, dan UU RI No. 2 Tahun 1989. Tahun 1945-1950, pendidikan Sekolah Dasar termasuk jenjang Pendidikan Rendah dengan sebutan Sekolah Rakyat (SR) dengan masa belajar enam tahun. Dalam UU RI No. 4 Tahun 1950 dan UU RI No. 22 Tahun 1961 pendidikan Sekolah Dasar termasuk jenjang pendidikan Sekolah Dasar yang mencakup Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dengan lama belajar masing-masing 6 tahun. Sementara itu menurut UU RI No. 2 Tahun 1989 pendidikan Sekolah Dasar termasuk jenjang Pendidikan Dasar yang mencakup SD dan MI serta Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Madrasah - Tsanawiyah (MTS)

Saat ini pendidikan Sekolah Dasar diselenggarakan atas dasar UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Dalam konsideran Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional digariskan bahwa: (1) Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial; (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang undang: (3) sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan:


Oleh karena itu, secara ideologis dan yuridis ditetapkan bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan dasar atau fondasi pendidikan nasional. (Pasal 2 UU 20 Tahun 2003). Hal ini mengandung makna bahwa pendidikan nasional, termasuk di dalamnya pendidikan di SD/MI harus sepenuhnya didasarkan pada cita-cita, nilai, konsep dan moral yang terkandung dalam bagian dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan di SD/MI bukanlah pendidikan sekuler tetapi pendidikan yang berjiwa Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, dan Pendidikan Agama Akhlak Mulia sebagai salah satu Mata Pelajaran wajib dalam Kurikulum pendidikan dasar dan menengah (UU 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, Pasal 27 beserta Penjelasannya, dan PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang SNP dalam Pasal 6).


Secara lebih spesifik penjabaran tujuan pendidikan pada SD/MI, dalam Pasal 11 RPP Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Versi 21 Februari 2007) dikemukakan sebagai berikut.

1. Pendidikan dasar berfungsi menanamkan nilai-nilai, sikap, dan rasa keindahan, serta memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan, dan kecakapan membaca, menulis, dan berhitung serta kapasitas belajar peserta didik untuk melanjutkan ke pendidikan menengah dan/atau untuk hidup di masyarakat, sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

2. Pendidikan dasar bertujuan membangun landasan bagi berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab untuk mengikuti pendidikan lebih lanjut sejalan dengan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Sesuai dengan prinsip pendidikan yang terbuka, multimakna, demokratis dan tidak diskriminatif, pendidikan SD ini juga menerapkan prinsip perpindahan peserta didik antar satuan pendidikan SD dan antar jalur pendidikan SD dengan jalur pendidikan nonformal dan informal. Mengenai hal itu diatur dalam Pasal 15 (RPP Wajar) sebagai berikut.


1. Peserta didik pada SD, MI, atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTS, atau bentuk lain yang sederajat berhak pindah ke jalur atau satuan pendidikan lain yang setara.


2. Peserta didik yang belajar secara mandiri berhak pindah ke SD, MI, SMP, MTS, atau bentuk lain yang sederajat setelah melalui tes penempatan oleh satuan pendidikan yang bersangkutan. 3. Peserta didik yang belajar di negara lain pada jenjang pendidikan dasar berhak pindah ke SD, MI, SMP, atau MTs, atau bentuk lain yang sederajat. 


Sementara itu dalam Pasal 16 diatur pula tentang kewajiban peserta didik (RPP Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan) yang pada intinya dinyatakan bahwa, peserta didik SD/MI berkewajiban menjaga norma-norma pendidikan dengan cara sebagai berikut. 

1. menjalankan ibadah sesuai agama yang dianutnya;

2. menghormati pendidik dan tenaga kependidikan; 

3. mengikuti proses pembelajaran dengan menjunjung tinggi kejujuran akademik dan mematuhi semua peraturan yang berlaku; 

4. memelihara kerukunan dan kedamaian untuk mewujudkan harmoni sosial di antara teman;

5. mencintai keluarga, masyarakat dan menyayangi sesama; 

6. mencintai lingkungan, bangsa dan negara; dan

7. ikut menjaga dan memelihara sarana dan prasarana, kebersihan, ketertiban, dan keamanan sekolah.



Dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas juga diatur tentang hakikat dan kedudukan program Wajib Belajar pendidikan dasar yang mencakup pendidikan SD/MI dan SMP/MTs. Dalam RPP Wajib Belajar (Wajar) (Versi Final Setneg) diatur hal-hal sebagai berikut.


1. Wajib belajar diselenggarakan pada SD, MI, SDLB, Paket A; SMP, MTs, SMPLB, dan Paket B, dan bentuk lain yang sederajat. 

2. Satuan pendidikan penyelenggara program wajib belajar wajib menerima peserta didik dari lingkungan sekitarnya tanpa diskriminasi sesuai kemampuan satuan pendidikan yang bersangkutan. 

3. Satuan pendidikan penyelenggara program wajib belajar wajib menjaga keberlangsungan pelaksanaan program wajib belajar yang bermutu.

4. endanaan biaya operasi satuan pendidikan penyelenggara program wajib belajar ditanggung oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. 

5. Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.


Pentahapan pelaksanaan program Wajar memang sangat perlu mengingat kemampuan fiskal pemerintah masih belum mampu memenuhi tuntutan konstitusional biaya pendidikan sebesar 20 %, dari APBN dan APBD. Dalam hal pengelolaan program Wajar diatur dalam Pasal 24 sebagai berikut. 


1. Pengelolaan wajib belajar tingkat nasional menjadi tanggung jawab Menteri.

2. Pengelolaan wajib belajar pendidikan dasar pada MI, MTs, dan pendidikan keagamaan menjadi tanggung jawab Menteri Agama setelah mendengar pertimbangan Menteri. 

3. Pengelolaan wajib belajar pendidikan dasar tingkat provinsi menjadi tanggung jawab gubernur. 

4. Pengelolaan wajib belajar pendidikan dasar tingkat kabupaten/kota menjadi tanggung jawab bupati/walikota.

5. Pengelolaan wajib belajar pendidikan dasar di luar negeri menjadi tanggung jawab Kepala Perwakilan Negara Kesatuan Republik Indonesia di luar negeri yang bersangkutan.


SUMBER: 

Wardani, IG.A.K., dkk. (2020, cetakan ke-XX). Perspektif Pendidikan. Tangerang Selatan: Penerbit Universitas Terbuka.

0 Response to "RANGKUMAN MODUL 1 KEGIATAN BELAJAR 2 PERSPEKTIF PENDIDIKAN SD (RANGKUMAN 2) OLEH WARDANI DKK Landasan Historis, Ideologis, dan Yuridis Pendidikan Sekolah Dasar"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel